Rabu, 20 Oktober 2010

UASBN Problem

Artikel ini saya buat berdasarkan pengalaman saya pada saat duduk di bangku kelas 6 SD


Semua bermula pada saat aku kelas 6 semester 2, dimana para guru berusaha mebimbing murid-murid kelas 6 untuk menghadapi UASBN. Di sisi lain, para orang tua pun mencoba membimbing dirumah dengan memberikan pelajaran privat kepada buah hatinya. Saya akan menceritakan bagaimana kehidupan saya untuk menghadapi UASBN, demi mendapat nilai terbaik. Saya harus les di 3 tempat yang berbeda di setiap harinya. Setiap hari Senin dan Kamis sore, saya harus mengikuti pelajaran privat Matematika di suatu perguruan ternama (mengingat nilai matematika saya sempat jeblog pada saat kelas 4) , sementara hari Selasa, Rabu dan Jumat sore, aku harus les 3 pelajaran yang diujikan (Matematika, Bahasa Indonesia dan IPA). Hari Sabtu dan Minggu kuisi dengan try out di sekolah pada hari Sabtunya, dan Minggu latihan soal dan Latihan soal Matematika. Rutinitas tersebut kujalanai selama 9 bulan (sejak semester 1) dan akhirnya, Ibuku diberi saran oleh MK (Manger Kelas; Sama seperti Wali kelas pada sekolah lain) untuk menghentikan dulu Les Privat Matematika.Beban ku terkurangi, akupun lebih dibanyakan dengan soal-soal latihan untuk tiga pelajaran yang diujikan di UASBN. Beberapa bulan akhirnya kulewati, dan masa yang menegangkan itupun datang, orang tua yang mengantar anaknya ke sekolah berharap banyak pada buah hatinya, guru-guru pun sudah berusaha dengan baik. Seusai UASBN dan US (Ujian Sekolah), saya mendapat kabar dimana ada beberapa murid yang menyogok NEM (Nilai Ebtanas Murni), setelah diberi tahu oleh sumber yang saya dapat, anak tersebut (topik pembicaraan) memang sudah dicurigai sebelumnya, berhubung nilai anak tersebut memang sering dibawah rata-rata dan diap pun jarang sekali masuk ke sekolah, dikarenakan alasan sakit dan sebagainya. Saya pun pada awalnya santai saja ketika mendengar hal tersebut, tapi pada saat pengambilan hasil UASBN dan NEM, anak tersebut masih berani menampakan batang hidungnya dihadapan kami, dan pulang karena guru-guru tidak ingin hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Setalah momen itu, saya menulis cacian dan makian yang kasar terhadapnya di account Facebook saya, yang akhirnya direspon oleh teman, guru, hingga para orang tua murid. Manager kelas pun memeringatkan saya untuk menghapus dan memberi beberapa penjelasan juga tentang hal ini (yang pada intinya, pihak sekolah sudah berupaya semaksimal mungkin untuk mencegah hal ini terjadi. Saya pun menolak untuk menghapus status tersebut, karena saya menganggap dia salah karena sudah memebeli NEM tersebut. Setelah beberapa hari berlangsung, bukan saja MK yang mendesak saya untuk menghapus status tersebut, tapi para dewan guru dan teman-teman saya. Saya menganggap itu salah satu bentuk penghianatan untuk saya, karena mereka sebelumnya mereka juga membuat status yang bermaksud memaki. Saya pun memutuskan untuk melakukan gerakan tersebut sendiri, dan akhirnya saya mengalah karena pengaruh seseorang.


Ini semua adalah ungkapan kekesalan saya terhadapnya, jika ada pihak yang tersinggung, mohon maaf sebesar-besarnya